Rabu, 09 November 2011

"Forgive" and "Forget"

Sebenernya apa sih bedanya "memaafkan" dan "melupakan"?
Seorang teman berkata, "Memaafkan berarti juga melupakan. Kalo masih mengingat kesalahan berarti belum memaafkan." Saya jadi bingung.
Kalo gitu, kenapa harus ada kata "maaf" dan "lupa" segala?
Kalo gitu, pas hari raya Idul Fitri kita bilang aja "Lupakan semua kesalahanku ya" atau "Lupakan aku ya..(?!)" alih-alih "Maafkan semua kesalahnku" dan "Maafkan aku".
Nah, saya curiga, ada bau-bau tidak mengenakkan di sini. Pasti ada bedanya antara "memaafkan" dan "melupakan".

Mari kita mulai dengan membahas "lupa" (English: forget).
Lupa, bagi saya, ada dua jenis: tidak disengaja dan disengaja.
Lupa tidak disengaja mungkin disebabkan kapasitas memori yang pas2an, jadi (kalo kata salah satu temen saya yang kocak dan pintar) pake sistem input-delete gitu, karena otaknya ga muat kalo dikasih banyak informasi -_-". Lupa tidak disengaja mungkin juga disebabkan umur yang bertambah (baca: pikun), atau penyakit parah seperti Alzheimer.
Contoh adegan "lupa tidak disengaja/ lupa tulen/ lupa asli":
Saya: "Tolong dong aku ditunjukin jalan pulang...ntar aku nyasar...aku ga inget jalan ke sini T_T"
Teman: "Hahaha..."
Nah, ga mungkin kan saya SENGAJA melupakan jalan pulang? Ngapain juga? Emang saya PENGEN nyasar gitu? Ini memang karena ingatan spasial saya tergolong "jongkok". Seandainya IQ dihitung dari ingatan spasial, saya pasti sudah masuk kelas retarded.
Kalo lupa jenis ini, berdasarkan Oxford English Dictionary berarti bisa didefiniskan "fail to remember or recall; lose the memory of sth/sbd."

Kalo lupa disengaja? Nah, ini yang unik.
Lupa jenis ini menurut saya lebih ke arah menafikan, meniadakan, tidak mempedulikan, mengesampingkan, pura2 tidak melihat/mendengar/merasa, atau bahkan (kata Simbah Freud) me-repress sebuah ingatan ke alam bawah sadar. Tapi kalo represi ini biasanya melibatkan trauma yang amat sangat berat, misalnya korban perkosaan yang tiba2 "amnesia" tentang detail2 ketika dia diperkosa. Si korban menekan dalam2, menolak mengingat karena baginya kejadian itu TMTH (too much to handle). Proses "menolak mengingat" ini sebenarnya terjadi tanpa sadar...tapi, tetap ada motivasi untuk lupa.
Lupa disengaja ini, berdasarkan Oxford English Dictionary, didefinisikan "stop thinking about sth/sbd; not thinking about sth/sbd; put sth/sbd out of one's mind."
Contoh adegan lupa disengaja:
Cowok: "Mengapa engkau mengembalikan semua pemberianku, adinda?"
Cewek: (menangis tersapu-sapu) "Ah, kakanda...bukannya aku tak menghargai pemberianmu...aku hanya ingin melupakan dirimu!" (berlalu, menangis terseok-seok)
CATATAN: Adegan ini hanyalah rekayasa. Jika ada kemiripan saya mohon maaf, itu pasti kebetulan.

Sekarang mari beralih ke "memaafkan" (English: forgive)
"Memaafkan" adalah kata kerja (verb). Menurut Oxford English Dictionary (lagi), kata ini berarti "stop being angry or bitter towards sb or about sth; stop blaming or wanting to punish sbd."
Hmm...berarti, sepenangkap saya, "memaafkan" ini butuh usaha ya. "Memaafkan" itu intentional alias disengaja. Berhenti marah dan bersikap dingin. Berhenti menyalahkan dan menghentikan keinginan ingin menghukum seseorang. Ah, tidak gampang ternyata. Pantas saja orang yang bisa memaafkan itu sangat mulia :) Saya ingin jadi ahli memaafkan :(


Proses memaafkan membutuhkan proses melupakan secara sengaja. Mereka berjalan beriringan. Ketika kamu ingin memaafkan seseorang, kamu harus berhenti "mengenang" kesalahannya. Mengenang sedikit berbeda dengan mengingat. Mengenang, bagi saya, punya makna repetisi, yaitu mengulang-ulang mengingat, mengingat dengan intensitas lebih tinggi, dengan kesadaran penuh, sampai seakan-akan kamu kembali lagi ke saat kamu terluka, sampai kamu bisa merasakan rasa sakit itu begitu nyata. Itu mengenang. Ada makna lebih di situ. Makanya kan ga lazim kata ini dipake kalo kita mau bilang, "Aku mengenang materi ujian yang diberi ibunya kemarin." What a sentence =_=
Kalo mengingat, intensitasnya kurang dari mengenang, dan biasanya dampak psikologisnya tidak sehebat "mengenang". Mengingat lebih menitikberatkan kemampuan kognitif. Misalnya: "Saya ingat kemaren dia pakai baju warna abu-abu."
Jadi, kalau kamu masih ingat sama kesalahan orang, it's okay. Selama kamu tidak "mengenangnya" alias mengingatnya terus menerus sampai kamu ga sembuh2 hanya gara2 luka itu berdarah kembali. Bagi saya, ingatan akan kesalahan orang itu penting; bukan untuk menghukumnya, tetapi untuk memastikan kita tidak akan berbuat kesalahan serupa kepada orang lain :)

Selanjutnya, untuk memaafkan, kamu harus berhenti menyimpan kemarahan. Kamu harus berhenti bersikap dingin. Kamu harus berhenti menghukumnya. Dan ini adalah proses yang disengaja. Jadi, kalau saya simpulkan, ketika kamu melupakan secara tidak sengaja kesalahan seseorang (misalnya: lupa kalo temanmu masih berhutang duit sama kamu), kurang tepat kalo disebut kamu memaafkannya . Kamu aja ga inget kalo dia punya hutang -.-"
Sebaliknya, ketika kamu ingat, kamu tahu, kamu sadar seseorang pernah berbuat salah ke kamu, namun kamu dapat tersenyum lepas pada kesalahannya itu, tidak mengungkit-ungkitnya, tidak membalas perbuatannya, tidak menghukumnya, dan kamu rasakan hatimu menjadi ringan dengan penerimaan, keikhlasan, harapan, dan senyuman, tanpa ada lagi beban amarah yang menggelayut di wajah kamu sampai terlihat seperti orang yang bertambah tua 30 tahun dalam 1 malam, nah, selamat, bisa jadi kamu telah sukses memaafkan :D

Berarti, memaafkan itu tidak bisa disamakan secara sederhana dengan melupakan saja. Ada usaha untuk membalasnya dengan kebaikan. Ada usaha untuk menghentikan amarah yang  bergejolak, mengelola kemarahan dan kebencian menjadi penerimaan, menjadi keikhlasan. Lalu saya sadar satu hal penting: Ada usaha untuk membiarkan Tuhan mengobati perasaanmu, dengan cara melepaskan beban sakitmu, mengembalikan semua kepada-Nya. He will heal yourself, if you come back to Him :')

Saya jadi merasa malu. Saya belum punya skill memaafkan sama sekali... T.T
Yaah, tulisan ini memang otokritik sih. Saya jadi tertohok dengan tulisan saya sendiri. Inilah gunanya self-talk (atau self-write ya? Soalnya saya nulis sih -.-), sehingga kita bisa mengenal lebih jauh perasaan kita, gejolak jiwa kita, serta melihat dan memahaminya secara lebih objektif. Dialog dengan diri sendiri, jika dilakukan dengan benar, membawa banyak manfaat. Asal jangan keseringan, nanti malah dikira gila dan jadi asosial.

Mulai sekarang saya (dan siapapun yang membaca tulisan ini) harus belajar memaafkan, harus. Berhenti melihat kesalahan orang lain dengan wajah masam. Tetap tersenyum dan lepaskan sakit hatimu. Tarik napas dalam-dalam. Ah, pasti tambah cantik deh saya kalo bisa begitu :3
Jadi...MARI BELAJAR MEMAAFKAN! :D
Be pretty, inside and outside :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar