Jumat, 11 Oktober 2013

Thank You, Silence.

Many days we have passed without talks and chit-chats. These 3 days are just like those silent days. But now I choose to make the benefit out of it. No more crying and apologizing. No more pain and regrets. No more feeling alone and lonely. No more feelings like we cannot live without each other.

No more.

Now I'm feeling so light. Now I can taste the peace. Now I feel contempt with my own self. I am alone, but I'm not feeling alone. I am not lonely. I can feel the songs of silence. A pure melody that I've never heard before. I can hear the wind blows. I can see the sun shining bright. I can feel the warmth. I can feel my life now. I am awake.

Maybe we just need our time away. Maybe this silence is the best way to find again what we want. What we need. Maybe this is the time to think back, clearly, who we are, why we are together. To find ourselves again. Before we've gone too far and lost too deep in the labyrinth.

I don't know how long it takes until we finally talk again; whether we have to wait, or to start over. But I just want to say one thing: In this silence, I know who I am.
I hope you do the same way too.


Senin, 23 September 2013

Tidurku Tak Nyenyak Nanti Malam

Kadang samar, kadang jelas
Tidurku kini tak bisa pulas
Kepalaku beralas keraguan yang menganga jelas

Bias-bias senyum yang punya makna ganda:
entahkah nyata atau fatamorgana
Pemiliknya tak kunjung jelaskan kenapa
Membuat hati bertanya tanpa jeda

Kadang binar, kadang muram
Mata yang lembut bagai senja temaram
Buatku merasa: tidurku tak 'kan nyenyak nanti malam.

Yogyakarta, 23 September 2013

Senin, 22 Juli 2013

Ikhlas (?)

Don't wanna talk much here. Just wondering why dulu pernah denger beberapa orang berkata -kurang lebih- seperti ini:

"Sudah, gapapa...saya ikhlas kok."

"Bukannya mau menyombong, tapi saya ikhlas loh...dan alhamdulillah Allah memberikan yang berlipat ganda..."

Dari saya kecil sampai sekarang, sudah beberapa kali saya mendengar kalimat ini terucap. Dan dari kecil sampai sekarang, rasa heran saya tidak pernah berubah: Bagaimana bisa mereka mengatakan mereka ikhlas jika mereka memang ikhlas?

Bukankah ikhlas itu hanya Allah yang bisa menilai? Maka siapa kamu sok2 bilang "saya ikhlas"? Saya tidak peduli bahwa beberapa orang yang saya dengar mengucapkan kalimat ini adalah orang yang sudah berumur dan makan asam garam kehiduan, bagi saya....it just doesn't sound right. It sounds weird.

Saya rasa, berbahaya sekali ketika manusia berani mengatakan bahwa mereka ikhlas. Saya memang ga alim2 banget, tapi menurut saya ikhlas itu adalah kata yang sangat...sangat sakral mungkin. Ya....karena hanya Allah yang bisa menilai. Dan saya sendiri merasa manusia punya hati yang terlalu kotor untuk menilai perbuatan yang begitu murni. Apalagi menilai dirinya sendiri....narsistik.

Hhhh....bergembiralah mereka yang selalu meragukan dan mempertanyakan perbuatan yang mereka lakukan berlandaskan keikhlasan atau tidak. Bergembiralah mereka yang selalu takut jikalau mereka tidak ikhlas melakukan sesuatu, alih2 dengan pede berkata: "Saya ikhlas".

Minggu, 23 Juni 2013

BBM....Boring.

Tidak biasanya saya menulis soal kebijakan politik. Tapi karena jengah setiap hari melihat TV, Fesbuk, bahkan Twitter dipenuhi berita tentang BBM (yang sekarang sepertinya merupakan kepanjangan dari Bahan Bakar Masalah, karena perdebatan apapun tentangnya kerap berujung menjadi masalah) yang sekarang naik....berapa? 2000 rupiah? Oke.

Masyarakat terpolarisasi: kubu pro dan kubu kontra. Kata yang pro "gapapa lah, subsidi kemarin malah jatuh ke segelintir orang; orang-orang kaya," lalu "hutang kita sudah banyak, BBM harus dinaikkan" ada juga yang menyerimpetkan hal ini dengan masalah lain seperti "beli rokok aja kuat bung, masa beli bensin ga kuat" atau "beli kendaraan maha aja kuat, masa masih pakai premium, ga rela kalo dinaikkan" bla, bla, bla. Kubu kontra bilang, "oke, kalau sekarang kita harus membayar sendiri subsidi yang kemarin diberikan, semoga uang yang kita bayarkan jatuh ke tangan yang tepat, jangan disalahgunakan lagi. apalagi harga-harga pada naik juga." bla bla bla. Ya, saya dengan harga burjo pun mengikuti kurs minyak dunia dan melonjak seiring naiknya BBM sekarang ini.

Tahu apa yang ada dalam otak saya?

Saya muak dengan segala macam perdebatan, diskusi, dan analisis-analisis baik ilmiah maupun tidak ilmiah, pendapat berkelas maupun ngawur. Bukan muak juga sih, "muak" is a strong word, too strong buat orang yang kurang kritis seperti saya. Bosan, lebih tepatnya. Bosan juga dengan demo-demo bakar ban yang tidak ramah lingkungan dan bikin emosi saking stupid-nya.

Bagi saya, apapun kebijakannya, selama orang-orang masih berwatak curang, culas, kikir, suka korupsi, baik di tingkat rendahan maupun di tingkat atas.....tidak akan ada kebijakan yang bijak.

BBM disubsidi, dinaikkan, diturunkan, dikali, dibagi, dikuadratkan, bla bla bla....jika masih ada pihak yang korup (baik dalam Pemerintahan maupun dari kalangan rakyat sendiri) semua akan berakhir petaka.

Saya mungkin apatis. Tidak pro maupun kontra. Saya hanya bebal semua perdebatan tak berujung, strategi politik yang entah menguntungkan atau merugikan siapa. Bebal dengan demo-demo bakar ban, yang mungkin dilakukan oleh mahasiswa yang kalo di kelas ga tau apa-apa jadinya bakatnya ya bakar ban itu. Saya bersyukur masih ada mahasiswa yang santun menyuarakan pendapatnya.

Ah, yasudahlah. Kesannya kok jadi sewot sekali. Padahal ya saya masih mampu2 aja, fine2 kalo harga2 naik. Bahkan saya berniat untuk ganti Pertamax mulai sekarang. Saya cuma berdoa semoga kebijakan-kebijakan ini dibuat oleh orang-orang yang berakhlak baik dan Tuhan meridhoinya; bukan sebaliknya. Saya khawatir kalau yang terjadi malah sebaliknya.

Selamat hari Minggu. Selamat ganti Pertamax bagi yang tidak setuju Premium naik (kalo dihitung-hitung kayaknya lebih menguntungkan kalau sekalian ganti Pertamax) dan bagi yang setuju, Selamat juga karena akhirnya BBM dinaikkan, kalian pasti senang. Dan bagi yang mungkin kayak saya, golongan yang-sudah-terlalu-malas-untuk-memihak, jalani aja kebijakan baru ini dengan wajah tenang. Keep Calm and Enjoy Your Day. Akhir kata, semoga Tuhan melindungi bangsa ini dari orang-orang yang bahkan tidak adil sejak dalam pikiran.

Well, ternyata saya masih bisa mendoakan bangsa ini. Ternyata saya tidak apatis2 amat :)

Kamis, 20 Juni 2013

Catatan Kecil Kala Kucing Tertidur Di Sampingku


Kadang-kadang aku berpikir betapa hewan peliharaan mempunyai cinta yang begitu tulus kepada majikannya. Aku punya dua ekor kucing yang sangat kusayangi, namun kerap aku harus menyabet mereka dengan kain agar berhenti menyobek-nyobek sofa kesayangan orang tuaku. Tapi, tetap saja, di malam hari salah satu dari mereka -atau bahkan keduanya- akan naik ke tempat tidurku, berbaring melingkar sambil bersandar di perutku, dadaku, dan kadang-kadang juga di belakang punggungku. Hewan yang kita anggap bodoh, namun karena kebodohan itu mereka pun tidak mengingat-ingat kejahatan yang kita lakukan pada mereka. Saat kita mengulurkan tangan membelai kepala mereka, kesalahan kita termaafkan. Begitu kita menyajikan sepiring ikan di depan mereka, mereka akan tetap memakannya tanpa merasa jijik. Entah apakah itu karena mereka tidak punya harga diri –mau saja disuap dengan belaian atau makanan- atau karena mereka pemaaf? Manusia yang punya harga diri lebih tinggi kadang tak bisa menerima perbuatan baik orang lain yang telah melukai mereka. Apakah memang harga diri manusia lebih tinggi? Atau malah terlalu angkuh?

Rabu, 19 Juni 2013

Surat Keterangan Sehat

Karena saya pengen nulis tapi bingung apa yang mau ditulis, jadinya saya sembarang nulis aja.

Ceritanya hari Sabtu lalu saya melipir ke puskesmas kecamatan yang ada di dekat rumah saya. Kurang lebih jam 10.30 saya berangkat dari rumah. Sekitar 5 menit kemudian, saya udah di parkiran puskesmas. Melenggang masuk dengan santai, hati saya tidak segontai langkah saya yang lebar-lebar. Ciut juga rasanya melihat antrian bapak-ibu-balita-lansia di ruang tunggu. Saya mendatangi loket dan bertanya kepada perawat yang ada, "Mbak, kalau mau minta surat keterangan sehat gimana ya...?" Tanpa memandang saya, perawat itu langsung menjawab sekenanya, "Pendaftarannya udah tutup Mba, jam 10 tadi." Saya menoleh ke tempat registrasi dan...ya, saya baru lihat. Tulisannya TUTUP. Duh, kok bisa-bisanya saya lupa kalau hari Sabtu itu jam pelayanan puskesmas lebih singkat dari hari biasa.

Oke deh, saya akhirnya bermotor lagi, tapi entah kenapa saya malas pulang ke rumah. Saya pun dengan sangat impulsif mendatangi rumah sakit swasta yang juga terletak di dekat rumah saya. Siapa tahu bisa minta surat di sana, pikir saya. Lagipula, saya juga ingin tahu bagaimana sih rumah sakit itu. Saya biasanya lewat di depan rumah sakit tersebut dan melihat halamannya yang nyaman, dengan dua kursi taman model klasik yang ditempatkan di bawah pohon mungil. Penasaran, saya jambangi saja rumah sakit itu. Syukur-syukur bisa dapat surat juga.

Lobby sepi. Di kursi penunggu, hanya ada seorang lelaki paruh baya yang saya duga tengah menunggu salah satu keluarganya, mungkin anak atau istri, berobat. Tidak ada karyawan berseragam. Tapi ada seorang wanita yang duduk di depan loket registrasi sambil menggendong bayinya. "Ada yang bisa dibantu, Mba?" tanyanya. Saya bilang saja mau minta surat keterangan sehat. Kata wanita itu saya harus daftar dulu. Begitulah kemudian saya mengisi form pendaftaran dan menunggu sambil melihat acara yang diputar di televisi di ruang tunggu.

Tidak lama kemudian, seorang perawat berwajah ramah memanggil saya dan membawa saya ke ruang periksa. Dia sempat menanyakan,"Minta surat sehat buat apa Mba?" Saya jawab langsung, "Pendaftaran S2 Mba." Kemudian berbincang sedikit tentang kuliah S1 saya sebelumnya. Lalu mulai pemeriksaan pertama: berat badan. Saya naik ke timbangan. 40 kg. "Ya ampun, kecilnya," kata si perawat itu agak kaget. Saya cuma terkekeh. Seterusnya saya disuruh duduk di atas tempat tidur berwarna hijau. Perawat itu memeriksa tekanan darah saya. Saya tahu pasti ada yang aneh dengan tekanan darah saya ketika melihat ekspresi perawat itu. Mengerutkan kening dan mengulangi pemeriksaan sekali lagi. Dua kali lengan saya dililit dan ditekan-tekan dengan alat yang saya lupa namanya itu. "Rendah ya, Mba? Cuma 100/70" katanya. "Oh, memang rendah kayaknya," sahut saya, "sering pusing kalo bangun tidur." "Mau saya tulis normal atau rendah nih?" tanyanya. Sambil tertawa saya menjawab, "Tulis rendah aja gapapa Mba, yang penting masih bisa berfungsi baik dan sehat." "Sering-sering minum air putih ya," katanya. Saya memang jarang minum air putih. Oke, akan saya coba.

Selanjutnya, bertemu dengan dokter. Ternyata dokternya masih muda sekali, sepertinya belum ada 27 tahun. Perawat memberitahukan hasil pemeriksaan tadi. Dokter bertanya, "Tinggi badan?" "155" jawab saya. Lalu saya minta juga sekalian tes buta warna. Dokter itu keluar lagi mengambil alat tes buta warna: Tes Ishihara. Setelah mengetes saya kurang lebih 5 menit, dokter menulis lembar surat keterangan sehat dan...selesai. Saya keluar lagi menunggu surat untuk saya yang sudah jadi.

Begitu nama saya dipanggil di loket pembayaran, saya diberikan kartu pasien dan juga surat keterangan sehat. Selain itu ada rincian pelayanan. Pemeriksaan medis 35.000. Administrasi 15.000. Total 50.000. Padahal kalo di puskesmas cuma 8.000 doang. Ah, yasudahlah. Hitung2 pengalaman juga.

Setelah membayar, saya pulang (ga pulang dink, habis itu saya ke bengkel nyervis motor) dengan tas berisi bukti pembayaran dan sehelai kecil Surat Keterangan Sehat dan Tidak Buta Warna seharga 50.000.....

Senin, 10 Juni 2013

Selera

Kadang masih bingung kenapa ada orang yang disebut punya selera yang tinggi dan selera yang rendah. Apakah selera punya alat ukur tersendiri yang valid dan reliabel? Apa ada "Skala Selera" begitu? Apa ada "Skala Selera Humor", "Skala Selera Berpakaian", atau bahkan "Skala Selera Musik"?

Bukan hanya itu. Sebenarnya apa saja sih aspek-aspek dari selera humor, fashion, musik, dll itu? Kalau mau mengukur suatu variabel. kita pasti harus tahu kan aspek atau indikator apa saja yang ada dalam variabel tersebut?

Bagi saya sih, selera bukan stratifikasi, tapi lebih sebagai diferensiasi. Selera orang berbeda-beda. "Selera tidak dapat diperdebatkan" adalah satu hal yang saya pelajari di mata kuliah Filsafat Umum waktu semester 1 dulu (dan satu-satunya materi yang nyantol di otak saya). Jadi ga perlu ya sepertinya mengukur selera seseorang tinggi atau rendah.

Sepertinya akan lebih tepat jika selera itu dideskripsikan, bukan diukur. Misalnya: "selera humornya cerdas"". Bisa juga "selera musiknya lembut". Mungkin juga bisa kita bilang "selera berpakaiannya unik, seksi, dll".

Ah, trus ngapain juga saya memperdebatkan pengertian "selera" ini?

Selamat menunaikan selera masing-masing :)

Jumat, 31 Mei 2013

'Cause Everybody's Changing...


"Semua hal berubah, kecuali perubahan itu sendiri."


Ya, itu benar.
Kita semua berubah, bahkan yang paling konsisten dari kita pun pasti pernah berubah walau tidak signifikan. Kalau kata Dumbledore, bahkan orang yang paling bijaksana pun terkadang perlu menarik kembali perkataannya. Perubahan adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari.

Saya pun begitu.

Kadang-kadang, saya membongkar lemari meja belajar ketika bersih-bersih, dan menemukan diary lama ketika SD, SMP, SMA. Menemukan hasil tes IQ waktu SMP dan SMA. Menemukan kliping-kliping artis idola saya. Lalu saya tersenyum-senyum sendiri.

Betapa saya berubah begitu banyak.

Waktu saya membaca kembali diary ketika SD, ada terbesit sedikit rasa sedih ketika membacanya (tampaknya dulu saya bukan seorang anak yang bahagia; cenderung penyendiri dan kaku, pemurung dan merasa bersalah) namun di sisi lain ada rasa bahagia ketika melihat diri saya sekarang, yang sudah jauh lebih bahagia :)

Begitu juga waktu saya membaca diary SMP dan SMA. Well, harus saya akui, waktu SMP, saya punya pemikiran yang rumit untuk anak seusia saya waktu itu, idealis, anti-mainstream, kaku (yang membuat saya sempat mengalami masa-masa bullying) dan....konsep diri yang buruk. Things got better ketika SMA. Saya sudah menjadi seorang gadis yang sedikit lebih fleksibel, mau membuka diri, dan jauh lebih supel daripada sebelumnya. Perjalanan saya menuju aktualisasi diri baru saja dimulai. Pemikiran-pemikiran saya tentang kehidupan jauh lebih dewasa dan bijaksana, lebih dalam, dan lebih positif. Tapi memang sih, di balik semua perubahan itu, saya masih seorang yang introvert. Hanya saja lebih bisa membawa diri di situasi sosial. Saya ketika SMA adalah seorang gadis yang jauh lebih hangat daripada saya waktu SMP.

Bahkan, hasil tes IQ pun berubah.

Saya melihat IQ saya waktu SMP: 113. Lalu saya bandingkan dengan IQ waktu SMA: 121. Tampaknya saya lebih pintar ketika SMA daripada ketika SMP -.-

Tapi saya tidak tahu IQ saya sekarang berapa. Semoga saja bisa melampaui batas standar tes masuk S2; itu yang utama.

Abova all, walaupun saya berubah, selalu, saya tetaplah saya. Karena manusia berubah. Berubah bukan berarti menjadi orang lain; kamu ya tetap kamu, tapi kamu yang berbeda. Segala aksi yang kamu lakukan tetap dalam kuasa rasio dan emosimu; pikiran dan perasaanmu tetaplah milikmu. Terlalu naif rasanya jika menghakimi perubahan yang mutlak adanya. Hmm...asalkan agama dan keyakinan terhadap Tuhan tidak berubah.

Saya rasa, kata-kata dari novelis Neil Gaiman yang saya kutip dari novelnya yang baru saya baca, The Graveyard Book (novel keren, wajib baca!) ini bisa mejadi penutup buat posting ini:


“You're always you, and that don't change, and you're always changing, and there's nothing you can do about it.”



Minggu, 26 Mei 2013

Finally! :D

Aaaaahhhhh.....sudah lama sekali tidak membuka kotak penyimpanan yang sudah hampir usang ini! :D
Saatnya mengaktifkan kembali sistem-menulis-blog di otak saya. Saya bisa membayangkan bagian otak yang saya gunakan ketika menulis blog mulai berkedap-kedip dengan aktif.

Oke, dimulai dengan kalimat ini:

Resolusi yang saya tulis kemarin akhirnya menjadi kenyataan :D

Kalau belum tahu resolusi yang mana, yaitu resolusi yang saya tulis di beberapa postingan sebelumnya, yang berjudul S(u)atu Resolusi. Lupa? Tinggal scroll-down saja laman blog ini (ra penting).

Finally, skripsi saya sudah selesai. Perjuangan bolak-balik rumah sakit jiwa dan berkelana di rumah sakit lainnya, fotokopi yang mencapai total seratusan angket (yang banyak tersisa di kamar saya dan saya niatkan untuk diloak ketika tiba-tiba jatuh bangkrut), melewati tantangan printer yang rusak, dan juga setelah melewati sidang di pagi hari selama satu setengah jam pada tanggal 25 April 2013......berbuah manis. Keringat yang saya kucurkan terasa manis juga rasanya.

Beberapa hari sebelum sidang, saya sempat dicengkeram rasa cemas. Rasanya seperti jantung saya diremas setiap mengingat tanggal 25 April 2013 pukul 08.00. Perut saya terasa aneh seperti ada sesuatu yang terbang di dalamnya, bukan lagi kupu-kupu, tetapi sesuatu yang lebih besar dan tidak mengenakkan, walaupun tidak membuat saya mual. Tapi, ketika setelah sidang, saya mendengar DPS saya berkata, "Selamat, Nadya. Perjuangan panjang akhirnya selesai...kamu dinyatakan lulus..." (kedua tangan saya mencengkeram tepi meja di ruang sidang ketika mendengar kata ini) "dengan perbaikan."
Wow, rasanya lega. Revisi? Tak apalah. Wajar terjadi.

Namun perjuangan belum selesai. Saya menyelesaikan revisi sekitar seminggu, berburu tanda tangan dosen yang akan segera cus ke Aussie, meminta lembar pengesahan, berburu tanda tangan lagi, menjilid skripsi, menunggu dengan pasrah tanda tangan dari dekan, menyerahkan soft file skripsi ke perpus, mengumpulkan scan sertfikat non-akademik sebagai syarat yudisium, dan.....sekarang saya dalam posisi menunggu keluarnya Surat Keterangan Lulus (SKL) yang akan saya gunakan untuk mendaftar S2. Yah, wisuda saya masih sekitar 3 bulan lagi dan saya sudah membeli kain untuk kebaya wisuda, hahahahahaha. Saya masih galau mau mendesain kebaya yang seperti apa -__-

Anyway, lulus itu ternyata biasa saja, kalau menurut saya sih. Rasa bangga dan gembiranya hanya ketika diumumkan lulus sidang dan mungkin, ketika wisuda nanti. Mmmm, dan ketika saya melihat skripsi saya yang sudah dijilid (wow, keren, ini masterpiece yang saya hasilkan selama kuliah!). Selain itu rasanya biasa saja. Amat biasa saja.

Perjalanan masih panjang untuk diri saya ke depan; saya baru saja memulainya. Hidup tetap berjalan. Target-target akan disusun, harapan-harapan akan dihantarkan lewat doa, dan usaha-usaha yang lebih gigih akan dibutuhkan. Akan ada orang-orang baru untuk dikenal, tempat-tempat baru untuk dijelajahi atau sekedar didatangi, pengalaman-pengalaman baru, pahit dan manis, yang perlu dicecap untu menjadikan saya lebih dewasa. Saya merasa bergairah sekaligus deg-degan.

 Selamat datang, petualangan baru :)

Karena saya orang yang seringkali "bejo", saya akan menambahkan: Semoga beruntung!

*cheers!*


Minggu, 31 Maret 2013

Posting Random Untuk Kesekian Kalinya

Sejak beberapa hari lalu, waktu saya banyak tercurahkan untuk skripsi yang selama ini saya enyahkan sementara dari pikiran. Input, analisis data, dan segala macam hal berkaitan dengan skripsi membuat saya berkeringat. Sekarang pun baru saja saya bersantai sejenak dari kegiatan menulis Bab 4.

Memang pada dasarnya saya tidak betah kerja berjam-jam dengan hal yang sama tanpa selingan. Jadi, alih-alih meneruskan, saya meninggalkan tab berjudul "Bab 4" dan membuat tab baru. Menulis sebuah file berjudul "Halaman Motto" -__-

Yah, bagaimana lagi. Daripada bosan, mendingan saya nyicil halaman motto. Setelah itu, saya nyicil nulis Halaman Persembahan, ahahaha.....

Oke. Sudah malam. Waktunya tidur. Sepertinya menulis Bab 4 membuat saya agak korslet.

Selasa, 22 Januari 2013

Sajak Tanpa Nama

Dalam nasib gedung tua yang lengang
Debu-debu kusam yang buat usang
Jejakmu tertinggal dalam ruang kenang
"Milik siapa?" ujarku.
Karena aku bukan pengelana di reruntuhan
yang ditinggalkan nama tak bertuan
Dan yang terkubur di sana bukan
milkku yang dipasrahkan
oleh harapan.

Kataku: "Harta karun tak perlu dicari; ia datang pada orang yang ditakdirkan."
Pemiliknya masih sama, walau sudah pindah tangan.
Dan setiap tangan-tangan itu menyentuh sakralnya, nasib berhak memberi kutukan:
Untuk meninggalkan
atau mempertahankan
walau hidup tanpa ketenangan.


Yogyakarta, 22 Januari 2013


Minggu, 20 Januari 2013

A Simple Thought

Somehow, I tend to believe that things work in a continuum. Sometimes you're a bad person, sometimes you're a good one. It moves from time to time, either backward or forward. Everything has its own extreme point; either it's positive or negative.
All we can do is to stay in a good point as long as we can; we can move backward, change into a less strong, less stable person than we used to be, we have to take a rest sometimes. But remember, do not waste our time just to make excuses and withdraw from the reality, from the roles we have to take in daily life.
Because no one is too weak to fight for himself. And no one is too bad to be a better person.

Rabu, 16 Januari 2013

His Wisdom

"I asked for STRENGTH and I was given DIFFICULTIES to make me strong."
"I asked for COURAGE and I was given OBSTACLES to overcome."
"I asked for PROSPERITY and I was given BRAIN and BRAWN to work."

It's a quote form my English teacher in highschool, Mr. Mahmud Janal. I read it in my Facebook, written on the homepage, and it's like shining among the other statuses. It opened my eyes wide and that morning, suddenly I feel relieved and relaxed. All of those words contained one great message:

God knows more than you do and He works in a very mysterious and elegant way. He has His own wisdom which may seems difficult for us to understand. But never doubt Him. Karena Ia sendiri telah berkata, dan ia tidak akan mengkhianati perkataan-Nya terhadap hamba-Nya:

"Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
(Q. S. Al-Baqarah ayat 30)

Rabu, 09 Januari 2013

Kita Romantis

Kemarin, kita berdua datang ke bioskop untuk menonton film yang fenomenal itu: Habibie & Ainun.
Film yang romantis.

Ekspektasiku tentu saja kita juga akan menjadi romantis karena menonton film itu.

Bahkan sebelum menonton pun kita sudah romantis.

Saat di antrian, aku melihat lehermu meliuk ke seberang antrian; sebuah gestur kecil yang agak mencurigakan. Ya, aku tahu di sana berdiri seorang gadis cantik berambut panjang mengenakan mini-dress berwarna biru. Aku pun tadi melihatnya dan berpikir bahwa dia gadis yang cantik. Dalam hati aku tersenyum: tentunya mata lelaki lebih jeli melihatnya.

Aku bertanya padamu: "Hayoo...lagi liat apa?"
Kau menjawab: "Nggak..."
Aku tertawa kecil sambil menambahkan: "Lagi laitin cewek yaaaa...???"
Kau tertawa geli, memandang ke arahku dan berkata: "Yaaahh....ketahuan deh..."
"Nakal ya..." ledekku sambil meninju lenganmu dengan main-main.
Dan kita berdua tertawa.

Bagiku, itu romantis.

Saat film sudah menjelang akhir, keromantisan itu masih ada. Kita melihat Ainun yang divonis kanker dan hendak menjalani operasi. Tiba-tiba kau berkata, berbisik ke telingaku: "Tuh...jadi sakit deh, gara-gara kebanyakan makan choco***** sih..." kau menyebutkan salah satu merek makanan yang menjadi sponsor di film itu, yang kehadirannya sedikit mengganggu jalan cerita yang bersetting jadul. Aku yang tadinya agak sedih karena terbawa suasana kini tertawa terpingkal-pingkal bersamamu sambil menutupi mulutku agar suara tawa kita tidak mengganggu penonton lain.

Bagiku, itu romantis.

Aku tidak begitu paham apakah romantis itu memiliki definisi tersendiri, atau itu tergantung pemaknaan masing-masing. Yang pasti, aku merasa pantas mengatakan bahwa kita romantis, mungkin dalam cara kita sendiri. Bahkan kurasa apapun yang kita lakukan bisa disebut romantis, haha.

Ya, kita romantis :)

Kamis, 03 Januari 2013

S(u)atu Resolusi

Ah, entri pertama di tahun 2013.

Apa yang akan saya isi untuk mengawali tahun yang baru saja berjalan beberapa hari ini? Ya? Apa? Hmm. Oke. Resolusi. Dan apa salah satu resolusi saya? Lulus. Bagaimana caranya lulus? Ya selesaikan skripsimu bocaaah!!!!

Skripsi. Satu kata yang netral. Namun menjadi tidak netral alias bermasalah ketika ada kesenjangan antara idealita dan realita. Awalnya saya menargetkan Januari sudah selesai. Apa mau dikata, banyak halangan, eh maaf, TANTANGAN, di sana-sini. Sebenarnya hati saya pun sudah berbisik "Udah terima aja...molor." It's ok. Sebenarnya saya juga tidak terlalu kecewa. Walaupun idealita dan realita tak sejalan, idealita saya tentang skripsi yang harusnya sudah selesai ini tidak terlalu kaku. Ekspektasi saya toh masih dalam batas wajar. Jadi begitu tahu bahwa saya mungkin akan wisuda Mei, it's alright.

Yang jelas, kapanpun saya mengingat skripsi saya, saya juga mencoba mengingat passion saya yang membuat saya mengambil tema skrpsi yang cukup rumit ini. Lulus cepat dan skripsi yang hebat bukanlah dua hal yang berlawanan; mereka bisa sejalan tanpa ada yang dikorbankan. Akan tetapi, dalam kasus saya, waktu tampaknya harus dikorbankan untuk mendapatkan skripsi yang hebat, yang pada akhirnya, membuat waktu yang saya investasikan di skripsi masterpiece ini terasa berharga. Worth it.

Saya memejamkan mata sesaat dan membayangkan hasil akhir karya saya sebagai mahasiswa S1. Saya tidak ingin itu hanya karya biasa. Saya ingin yang luar biasa. Rasanya sayang jika hasil belajar dan inevstasi orang tua saya di ranah pendidikan saya sejauh ini hanya berakhir dengan jilidan skripsi biasa-biasa saja. Walaupun mungkin orang tua saya tidak begitu peduli kualitas skripsi (tentu saja yang penting lulus), saya juga punya value pribadi, di mana saya ingin menjadikan karya ini menjadi sebuah karya yang bisa dikenang. A masterpiece. Jadi, saya ingin membuat bangga tidak hanya diri saya sendiri, tidak hanya orang tua saya sendiri, melainkan keduanya.

Ini adalah sebuah entri tentang s(u)atu resolusi. Anggaplah ini sebagai sebuah kertas bertuliskan mimpi, yang saya tempel di ruangan pribadi saya. Dan semoga suatu saat, saya bisa membuat sekuel dari entri ini: betapa masterpiece saya telah selesai dan menjadi sebuah karya yang tak terlupakan.