Senin, 29 Oktober 2012

Puisi yang (Lagi-lagi) Terbuat dari Tahu

Kau pikir kau tahu apa yang aku tahu dan apa yang aku tak tahu dan aku pun tak tahu apakah aku harus membiarkanmu tahu bahwa kau SOK TAHU.
Kau pikir kau tahu apa yang ia tahu dan apa yang ia tak tahu dan aku tahu tak ada gunanya membiarkanmu tahu bahwa kau SOK TAHU.
Yang aku tahu adalah aku harus tetap terbiasa dengan ke-SOK TAHU-an mu dan biarkan waktu menampar wajahmu yang SOK TAHU itu.

Senin, 22 Oktober 2012

Unfinished Business

Salah satu hal yang saya pelajari dari Psikologi dan ingin saya aplikasikan terhadap diri saya sendiri adalah: jangan terlalu banyak menimbun unfinished business. Kalo pake teori Mbah Freud, jangan terlalu banyak me-repress. 

Apa itu unfinished business? Apa itu repressing?

Unfinished business itu literally ya...urusan yang belum selesai. Jelas.
Well, contohnya banyak. Kekecewaan yang terpendam. Perasaan yang bergejolak namun disembunyikan. Kata-kata yang belum sempat terucap dan membuat tidurmu tak lelap. Amarah yang tertahan dan tak menemukan pelampiasan. Tangisan yang tak kunjung menemukan muaranya; tak kunjung jadi air mata, malah menguap, memenuhi udara dan atmosfir kehidupan dengan aroma duka yang pahit. Banyak sekali. Kita alami semua hal yang "menggantung" dalam hidup kita, detik demi detik, hari demi hari, tahun demi tahun, dari kita anak-anak sampai kita dewasa dan mungkin sudah berkeluarga dan merasa "selesai".

Repressing adalah mekanisme "perlindungan" yang kita lakukan ketika mengalami peristiwa atau merasakan hal yang tidak mengenakkan; yakni "mengubur" dalam-dalam memori kita terkait peristiwa tersebut ke alam bawah sadar. Menekannya sehingga tak muncul ke permukaan.

Unfinished business ini jelas masuk ke alam bawah sadar, kita repress, dan kita bahkan tak sadar ketika kita menutup pintu besar bergembok tebal antara alam bawah sadar dan alam sadar kita, unfinished business itu masih menggedor-gedor, mendorong-dorong pintu itu agar terbuka.

Bahayanya adalah: kita tak pernah tahu kapan semua kekuatan dahsyat dari unfinished business yang kita penjara dalam diri kita sendiri itu kemudian mendobrak keluar, melukai jiwa kita yang tadinya sudah diperban sedemikian rupa sehingga terkesan utuh. Mengalirkan kembali darah dari luka yang kita pikir sudah kering.

Kekecewaan. Amarah. Tangisan. Semuanya ternyata masih menunggu saat di mana kita lengah dan rapuh. Kemudian, mereka meledakkan kita dari dalam.

Kita tak pernah tahu kapan mereka akan meledak.

Selagi masih bisa kau selesaikan, selesaikan. Lampiaskan selagi kau masih kuat. Ucapkan kata-kata itu selagi kau masih bisa berkata. Tumpahkan air matamu selagi masih belum membeku. Marahlah, ketika kau memang sudah merasa keadaan sudah keterlaluan. Marahlah ketika memang diperlukan. Bilanglah kalau kau kecewa, biarkan ia tahu bahwa kau kecewa.

Atau mungkin kau bisa pilih jalan lain.

Let it go. Bukan ditekan, tapi diikhlaskan. Kau sakit, ya, hidup memang menimbulkan banyak luka, tapi biarlah. Relakan. Jabat tangannya, dan biarkan ia pergi. Inilah yang sulit. Letting go is one of the hardest arts to learn; one of the hardest parts of living.

Pilihlah antara melampiaskan, atau mengikhlaskan.


Finish your business. Do not wait until your business "finish" you.

Puisi yang Terbuat dari Tahu

Aku tahu bahwa kau tahu bahwa kita tahu apa yang mereka tidak tahu. Dan mereka mungkin tak akan pernah tahu apa yang kita tahu. Tapi aku tahu kau tak tahu sesuatu yang aku tahu. Kau pun mungkin tahu sesuatu yang aku tak tahu. Mungkin ada "tahu" yang kita sembunyikan agar tak ketahuan. Dan mungkin kita sama-sama tak tahu sesuatu yang mereka tahu. Tapi yang penting adalah kita tahu sesuatu yang mereka tak tahu. Dan aku tak peduli apakah mereka tahu sesuatu yang kita tak tahu. Pada akhirnya kita dan mereka akan tahu bahwa setiap orang punya hak untuk tahu dan hak untuk tak ketahuan.

Rabu, 17 Oktober 2012

Pagi Ini

Pagi ini :

Pergi ke dapur, memasak nasi, mencincang seledri, daun bawang, bakso, dan ayam.
Memasak nasi goreng untukmu.

Pagi ini :

Menyambangi kos-mu, melihat wajahmu yang baru saja bangun tidur, rambutmu yang tebal acak-acakan, matamu setengah terpejam.
Mengantarkan nasi goreng untukmu.

Pagi ini begitu istimewa.

Aku ingin pagi-pagiku yang berikutnya istimewa dengan membuatkanmu sarapan....

Minggu, 14 Oktober 2012

Messages and Calls

Messages and calls.

Messages and calls.

Still, no answer.

Messages and calls.

Messages and calss.

Still, no answer.

One day it gets better; the next day it turns back to the same pattern.

Messages and calls, mesaages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls...

No text-back, no call-back.

Messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and calls, messages and...

"The number you are calling might have forgotten you. Please try untill you die, sooner or later."

Rabu, 10 Oktober 2012

Bimbang

Terngiang kata teman-teman saya:

"Aku takut kamu kenapa-napa, Nad. Aku takut kamu jadi kena dampak negatif."

"Kamu juga berhak bahagia."

"Jangan merasa kasihan."

"Kamu masih suka atau masih sayang?"

Dan saya bimbang.

Sudah beberapa hari ini, menangis dan menangis tiap malam sehabis kerja ataupun asistensi.

Membuat basah bantal dan seprai dengan air mata dan ingus yang tak kalah derasnya.

Memperparah pemanasan global dengan menghabiskan tisu berlembar-lembar.

Memperlambat pengerjaan skripsi karena saya tidak kuat untuk membuka laptop dan menatap hamparan jurnal-jurnal asing yang semuanya berbicara tentang masalah kesehatan mental dan beban caregiver.

Ah, saya perlu menarik napas dalam-dalam:

Jangan-jangan saya sudah tenggelam.

Kata-kata itu muncul lagi:

"Kamu hidup juga untuk kebahagiaanmu sendiri kan? Bukan hanya orang lain kan?"

Dan terakhir:

"Hatimu itu memilih, bukan dipilih."

Dan sekarang saya tidak tahu saya berada dalam posisi memilih atau dipilih.

Semua begitu kacau.

Dan saya bimbang.