Minggu, 01 Januari 2012

Tahoen Baroe

Ini adalah tahun baru paling lama buat saya, makanya saya tulis "Tahoen Baroe" ala ejaan jadul Indonesia. Literally, lama. Lama di jalan. Lama kena macet. Dua jam lebih, mulai dari jam 21.30 sampai 00.15 tahun berikutnya, saya terduduk tak berdaya di atas motor yang hanya maju tak sampai 1 meter. Bahkan suara desingan dan letupan kembang api yang spektakuler pun tak cukup membuat mood saya membaik. Ada lima alasan saya bad mood abis ketika macet tadi malam. Pertama, pantat saya pegal. Kedua, saya kebelet pipis. Ketiga, di tengah situasi krisis itu pun saya masih mendapat telepon dari rumah yang berisi omelan karena tidak pulang-pulang. Keempat, ga ada penampakan orang ganteng di kerumunan motor yang berdesakan di sekeliling saya. Kalo ada kan lumayan bisa buat angin segar #uhuk. Ya sudah. Lengkaplah sudah kebosanan.

Terakhir, yang kelima, yang paling membuat perasaan saya galau (ah, sebenarnya bosen pake kata ini, terlalu pasaran, tapi kayaknya memang ini yang paling tepat) adalah saya jadi ingat malam yang sama setahun yang lalu, ketika saya masih bersama Tuan X. Alhasil, di atas motor yang akhirnya saya matikan mesinnya, pikiran saya memutar kilas balik malam tahun baru setahun yang lalu, yang saya lewatkan berdua saja sama dia. Sambil memandang ke sekeliling, saya melihat pengendara motor yang: 1) Berdua bersama teman, 2) Bersama anak, 3) Bersama pasangan. Saya? Sendiri. Teman-teman saya masih pada jualan dan saya minta izin pulang duluan (dan ternyata saya juga ga bisa pulang -,-).

Uggh. Sendirian. Bikin inget lagi. Flashback itu menusuk-nusuk kepala dan hati saya. Ah, payah. Jadi sentimental di tengah situasi jalan yang padat merayap. Air mata saya menetes, saya pakai kembali helm yang tadi saya lepas, saya usap wajah saya sebelum ada yang melihat mata dan, terutama, hidung saya, memerah. Sendirian. Ah, pikir saya, apa salahnya sendirian? Saya terbiasa sendirian. Selama ini saya orang yang cukup mandiri. Saya tidak pernah merasa bahwa pacar adalah kebutuhan untuk mengentaskan kesepian. Saya bahkan tidak pernah berniat pacaran (sebelum bertemu Tuan X tentunya).

"Apa salahnya sendirian? Ya. Hanya karena hampir setahun belakangan saya biasanya ditemani seseorang, mengapa harus merasa kehilangan yang begitu sangat?" Otak saya mulai melancarkan serangan rasionalnya terhadap hati saya yang lemah.
Tapi hati saya berbisik. "Karena selama bersama orang itu kamu belajar tentang saling ketergantungan. Dan itu perlahan membuatmu merasa membutuhkannya lebih daripada kamu mebutuhkan orang lain. Hubungan itu meluruhkan sikapmu yang individualis, sedikit mungkin, namun sangat berpengaruh."
Sial. Saya melirik hape saya, sudah hampir tengah malam. Saya tidak mau terjebak di jalan yang penuh dengan emosi negatif yang mulai menguasai saya.

Pesta kembang api. Hambar rasanya. Saya begitu dingin sekarang. Dingin sekali. Memaafkan menjadi sesuatu yang harus terus menerus saya usahakan. Setiap hari. Setiap menit. Setiap detik. Itu melelahkan. Tapi saya harus memaafkan. Saya melirik hape saya lagi. Kurang tiga menit dari tengah malam. Memaafkan. Dengan ekspresi datar, saya ketik sms ke Tuan X. "Met taun baru." Send.
Saya menghela napas. Selamat tahun baru. Selamat tahun baru. Dengan ini saya berusaha memaafkan. Satu sms kecil itu mungkin bisa membantu saya memaafkan. Awali dari yang kecil, dari sekarang. Begitu saya menekan send, terbersit pemikiran bahwa saya telah menimbun sebongkah kecil kekuatan untuk memaafkan, sebuah fondasi untuk melupakan tahun lama, cerita lama, rasa sakit lama.

Jalan kembali hidup. Mesin-mesin motor dinyalakan. Saya bergerak lagi di tengah padatnya kendaraan dan pejalan kaki yang seliweran sehabis menyaksikan kembang api. Saya bergerak. Selamat tahun baru. TAHUN BARU. Semoga tidak hanya menjadi sebuah "Tahoen Baroe". Tahoen yang nominalnya berubah, tapi tidak dengan isinya. Muka lama. Hanya bertambah tua, namun tak kunjung bijaksana.

Selamat tahun baru. Yang benar-benar baru :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar