Sabtu, 16 Juni 2012

Tentang Introvert

Kemarin saya sempat ngobrol dengan teman saya. Teman saya ini sedang berspekulasi tentang kepribadian seseorang. "Hmm...dia orang introvert, tapi sufficient," gumamnya.
Saya penasaran, melihat gambar yang dipegangnya, dan...ya, terlihat bahwa orang ini benar-benar percaya diri. Aspek ini terlihat dari bentuk dan caranya menggambar.
"So, you wanna say that...walaupun dia introvert, dia tetap merasa cukup dengan dirinya, dan itu tidak membuatnya kesepian?" tanya saya.
Teman saya mengangguk. "Ya, dia introvert karena itu pilihannya."
"Jadi begini: Dia introvert dan dia merasa nyaman, bukan tipe orang yang tertutup lalu terasing dan merasa sedih karena tidak terlibat dengan orang lain?" tanya saya memastikan.
"Kira-kira begitu."

Di sini saya tidak akan melanjutkan membahas kelanjutan obrolan kami.

Setelah percakapan itu, saya jadi merenung lagi tentang apa itu introvert. Terlepas dari definisi ilmiah dan psikologisnya, buat saya sendiri, seorang introvert adalah orang yang lebih nyaman sendirian. Merenung sendirian, bermain dengan alam pikiran dan perasaannya. Mungkin tidak begitu banyak membuka "pintu" dunianya, dirinya, kepada orang lain. Seorang introvert mungkin bisa diibaratkan dengan sebuah rumah yang pintunya lebih sering tertutup sehingga jarang ada seseorang yang bisa masuk begitu saja tanpa mengetuk. Bahkan kalau pun ada orang yang mengetuk, belum tentu boleh masuk.

Saya cukup yakin bahwa aslinya, saya adalah orang yang introvert. Sangat. Tapi seiring berjalannya waktu, saya semakin sering bersosialisasi, ikut organisasi, kegiatan ini itu, banyak hal, yang menuntut saya untuk membuka diri. Dan ya, saya membuka diri saya. Saya memilih untuk membuka diri saya. Kalau ada introvert yang bisa menekan tombol "ekstrovert" pada dirinya manakala diperlukan, mungkin saya orangnya.

Tapi tetap, saya punya ruang kecil di dunia saya sendiri, yang tidak boleh diusik orang lain. Bagi saya, itu adalah hak istimewa setiap manusia: memiliki rahasia. Seorang guru besar pernah berkata ketika saya kuliah: "Mengapa kita punya rahasia? Karena nyaman! Mana ada orang yang ga punya rahasia? Semua punya. Rahasia membuat kita seimbang."

Beliau tidak menjelaskan apa arti seimbang. Tapi saya sendiri mengartikan seimbang itu adalah: kamu punya sisi yang tidak sepenuhnya dimiliki orang lain. kamu masih punya bagian yang "asli milikmu sendiri". Kalau bagian ini tidak ada, rasanya aneh. Tidak nyaman. Seperti telanjang. Jadi wajar kan kalau orang punya rahasia. Ini sesuatu yang alami, dari sononya.

Nah, karena trait alami saya adalah introvert, saya punya kebutuhan yang lebih besar daripada orang ekstrovert, untuk berduaan dengan diri saya alias menyendiri. Dan saya tidak keberatan. Apalagi dulu, sebelum saya masuk kuliah dan aktif kemana-mana. Saya sering ke kantin sendirian waktu SMA. Lalu teman-teman bertanya: "Kok sendirian?" Jujur sejujur-jujurnya, saya jengkel ditanyain seperti ini. Memangnya tidak boleh ya kalau sendirian? Apa itu sebuah hal yang aneh? Apa yang salah? Saya memilih untuk pergi ke kantin sendirian karena saya memang lagi ingin makan sendirian. Titik.

Hal inilah yang membuat saya kembali merenung ketika teman saya bilang "introvert yang suffiicient". Hmm, mungkin inilah tipe saya. Introvert yang memang cukup dengan dirinya sendiri. Self-sufficient. Bukan berarti tidak suka berteman. Saya cukup ramah (kayaknya). Saya bisa berteman. Kebutuhan afiliasi saya masih tergolong sedang. Tapi saya tidak terlalu "attached" atau "nempel" mungkin dengan teman saya. Sahabat saya yang paling amat sangat dekat hanya ada beberapa orang, termasuk pacar saya. Saya nyaman dengan mereka, saya merasa tercukupi. Saya tidak memaksakan diri untuk mengoleksi teman.

Ngomong-ngomong, saya pernah mencoba tes kepribadian yang sama dua kali. Hasil pertama menunjukkan bahwa saya orang ekstrovert. Saya ingat waktu itu saya mengerjakan dengan suasana ramai, dengan teman-teman saya. Tapi yang kedua kalinya, saya mengerjakan sendirian...dan hasilnya introvert. Oke, mungkin faktor suasana juga bisa mempengaruhi. But, after all, saya ga terlalu ambil pusing sih. Saya sudah nyaman dengan diri saya, mau intorvert, ekstrovert, tengah-tengahnya juga boleh. Tes kepribadian sebenarnya ga terlalu penting.

1 komentar: