Jumat, 10 Februari 2012

Ketika Bujuk Rayu Maut Dilontarkan...

Sebagai seorang perempuan berusia hampir 21 tahun, saya akui saya senang belanja a.k.a shopping. Dan sebagai mahasiswa yang dompetnya tidak selalu penuh terisi lembaran2 uang, saya mengerucutkan kegiatan shopping menjadi sekedar window shopping. Ya, ga ada salahnya sih pergi ke mall, ke butik, cuma untuk sekedar liat2, cuci mata istilahnya, tanpa berniat mengeluarkan uang sepeser pun untuk membeli.

Saya katakan, tidak ada salahnya. Tapi keadaan menjadi sangat salah ketika orang yang melayani Anda di toko tersebut termasuk karyawan yang getol promosi dan seringkali membuat kalian merasa menyesal cuci mata di tempat yang salah, pada waktu yang salah, dan berhadapan dengan orang yang salah. Serba-salah. Oke, beginilah ceritanya.

Di suatu siang, saya beserta teman saya, Dhio, sedang ngeluyur di sebuah mall, dan kami mampir ke sebuah department store di dalam mall tersebut. Wow, sedang ada promo parfum! Kebetulan, akhir bulan! Kami pun melihat-lihat...melihat-lihat doank lho niatnya. Siapa yang menduga, kami berhadapan dengan karyawan yang salah.

Dengan agresif, si mbak karyawan menyemprotkan setiap parfum yang kami lihat ke kertas sampel dan memberikannya pada kami. Baru saja ujung jari saya menyentuh sebotol parfum yang warnanya terlihat unyu, si mbak dengan sigap berkata, "Oh, ini enak loh, wanginya kayak permen karet, mau coba?" dan langsung mengambil kertas sampel, menyemprotkan parfum tersebut, dan memberikan kertasnya kepada saya. Dhio juga tidak terhindar dari aksi bersemangat si mbak. Tangannya sudah penuh oleh kertas sampel yang akhirnya sudah tidak bisa kami identifikasi lagi ini-dari-parfum-yang-mana-dan-gimana-baunya-kok-di-hidung-udah-sama-aja-kayaknya =___=

Ada sekitar setengah jam kami terjebak oleh jaring-jaring rayuan si mbak, dan pada akhirnya, saya dan Dhio bertukar senyuman tidak enak, saling memberikan pandangan "kau-tahu-kita-harus-apa" dan berkata, "Maaf mbak...ga dulu deh..bingung nih..." saya pun mengeluarkan tawa tidak enak yang kentara sekali menyiratkan rasa kasihan karena si mbaknya udah pol banget ngerayu sekitar setengah jam lamanya, sekaligus kelegaan karena kami bisa terbebas dari stand parfum itu, dan menimpali, "Iya mbak...masih bimgung, baunya enak semua..". Si mbak mengeluarkan ekspresi yang jelas terlihat sebagai campuran antara jengkel, capek, dan kecewa, lalu berkata, "Loh, kok ga jadi mbak...?!" dan kami cuma bisa minta maaf sambil ngesot perlahan dari stand mengerikan itu -___-"

Itu baru satu contoh di mana kamu harus berhadapan dengan sales atau siapapun itu yang benar-benar berusaha agar kamu tidak pergi begitu saja dengan tangan kosong. Banyak kesempatan di mana saya masuk ke toko sepatu atau baju atau apapun, dan diikuti terus oleh si pelayan toko sambil diiringi komentar2 persuasif seperti, "Silakan mbak dilihat dulu...yang ini bagus lho, mau cari yang model apa?" atau  "Yang ini model baru lho mbak, belum ada di tempat lain" sampai "Mbaknya kan putih, pasti pake apa aja bagus deh!" dan biasanya saya cuma mengangguk sambil tersenyum, walaupun kadang2 ingin sekali berkata, "Maaf mbak, saya juga mau milih dengan tenang, kalau diikuti terus nanti saya malah ga nyaman dan ga beli sama sekali."

Tapi saya bersyukur sih, paling nggak, belum ada toko yang memasang tulisan "MENYENTUH/MENCOBA = MEMBELI" atau "MELIHAT=BAYAR". Agak ngeri juga kalo tiba2 kita masuk toko trus ga beli apa2 dan kemudian begitu melewati pintu keluar alarm berbunyi dan didatangi sama penjaga toko, "Mbak kalo belum beli ga boleh keluar." Untunglah itu cuma ada di dalam imajinasi saya yang lebay.

Akhir kata, untuk menghadapi situasi dipaksa/dirayu untuk membeli seperti contoh saya tadi, solusinya cuma satu: pasang muka tembok dan katakan "tidak". Turuti apa kata hati Anda. Kalo memang mau beli, ya silakan beli dan bersyukurlah komentar2 persuasif si sales pasti akan segera berhenti begitu Anda mengeluarkan uang dari dompet Anda. Tapi kalo memang cuma mau cuci mata dan tidak mau membeli, tegaslah dan katakan "tidak" walaupun si sales mungkin membuat Anda merasa berdosa karena mengecewakannya. Cuma kayaknya rasa berdosa akan lebih besar ketika kamu membuang uangmu untuk hal yang sebenarnya tidak kamu perlukan, hehe :p

1 komentar:

  1. bener banget :D

    untungnya saya cukup bermuka tembok,
    jadi cukup kasih senyum termanis aja kalo habis liat2 gak jadi beli.
    dan kalo nemu stand yg shopkeepernya "potensial" kayak cerita diatas, biasanya saya udah langsung tau pas kali pertama terjadi kontak mata. langsung belok atau pura-pura liat ke tempat lain deh, hahaha :D

    BalasHapus