Senin, 10 Oktober 2011

Masih, Edisi Patah Hati

Wait...did I say it "Edisi Patah Hati"? Hmm..it's not exactly what I meant.
Maksud saya, saya tidak bermaksud mengatakan bahwa saya sedang galau, tidak-tidak.
Hanya saja, tulisan ini masih terkait peristiwa tidak menyenangkan yang terjadi di hari yang seharusnya spesial bagi saya (memang akhirnya spesial, tapi tidak dalam cara yang baik).

Saya cuma ingin bertanya pada kalian-kalian semua yang pernah patah hati (jujur, ini patah hati "resmi" yang pertama kali bagi saya). Saya sudah pernah beberapa kali patah hati sebelum ini, tapi tidak dalam konteks di mana saya benar-benar sudah berada dalam suatu hubungan. Ya, sebut saja, saya pernah bertepuk sebelah tangan -__-
Tapi pengalaman diputus oleh pacar, ini yang pertama kali. Dan rasanya lebih pahit daripada jamu. Bahkan tidak berkhasiat untuk kesehatan fisik maupun mental.

Oke, saya ingin bertanya: Apa yang kalian rasakan jika mantan kalian berada dalam satu kampus, satu organisasi, satu mata kuliah, dan hampir bisa dipastikan akan selalu bertatap muka? Saya sih oke-oke saja. Saya kaget dengan betapa cepatnya saya bangkit dari kubur (untung bukan beranak). Ya, kuburan kesedihan. Saya berhasil melewatinya dengan sukses. Hampir tidak terlihat bahwa saya menghabiskan satu malam dengan menangis terisak-isak, tersedu-sedu, untung tidak sampai termehek-mehek. Mata saya sedikit bengkak ketika akan berangkat kuliah keesokan harinya, namun anggap saja mata saya sangat sipit sehingga bengkak pun terlihat seperti mata normal pada umumnya.

Tapi, menurut pengamatan beberapa teman dekat saya, sepertinya mantan saya tidak begitu baik. "Kayaknya dia masih galau gitu deh," ujar salah satu teman. Yang lain pun mengamini. Hmph, so what? Bukannya saya tidak peduli. "So what" saya di sini memiliki kepanjangan, yaitu "So what am I supposed to do?"
He's the one who asked this. Dan saya tidak mau capek-capek menghiburnya (harusnya saya yang dihibur deh kayaknya -_-). Dia minta putus, ya...saya cuma bisa membeo Bondan Prakoso dan Fade 2 Black: "Ya sudahlah". Toh sikap saya masih bisa dimasukkan kategori ramah, seramah yang bisa dilakukan seorang perempuan pada laki-laki yang sudah berbuat salah padanya. Saya membalas senyumnya. Saya membalas lambaian tangannya. Saya fine-fine saja ketika dia bersikap agak manja kepada saya di suatu kesempatan. Saya juga pernah tersenyum dan menyapa duluan. Tapi, memang sih, saya melihat dia sedikit "bingung". Ia seperti tidak berada di dunia nyata. Seperti melayang-layang dengan membawa pikirannya yang rumit.

Anyway, mungkin saya terlihat kejam. Tapi saya tidak mau bermanis-manis. Saya tidak membencinya, tapi tidak pula berusaha untuk mencintainya lagi (toh dia ingin mencari yang lebih baik baginya). Saya netral sekarang. Saya temannya, ya, temannya. Bukan teman spesial. Teman biasa saja. Bukan teman yang selalu memantau kabarnya setiap hari. Bukan teman yang selalu bertanya "Udah makan? Udah di kos?". Bukan teman yang mengucapkan "Hati2 ya" ketika ia akan bepergian. Bukan teman yang senantiasa membisikkan "Have a nice dream, sleep well. I love you." Itu masa lalu. Sekarang saya berada di sini, sekarang, karena permintaannya. Dan saya tidak akan kembali. Entah dia masih mencintai saya atau tidak, hal itu tidak akan banyak bepengaruh. Saya akan melanjutkan hidup saya.

Saya memaafkannya, beserta diri saya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar