Saat ini, sulit rasanya memutuskan mana yang benar dan mana yang salah, relativitas suatu kebenaran kadang-kadang membuat pusing. Atau mungkin sebenarnya kebenaran itu tidak relatif? Mungkin kebenaran tampak relatif hanya karena manusia selalu menggunakan pembenaran versi mereka sendiri? Bisa jadi. Tapi toh belum tentu pendapat saya ini benar. Ah, zona abu-abu yang semakin melebar.
Kini, hampir semua hal berwarna abu-abu. Abu-abu. Ke mana si putih? Ke mana si hitam? Mereka kerap disalahkan. Si putih disalahkan karena terlalu bersih tanpa noda. Si hitam disalahkan karena jelas-jelas tanpa cahaya. Ekstrim. Maka, berbondong-bondong kita pindah ke zona yang tampaknya paling bijaksana, yakni abu-abu. Namun sampai kapan kita nyaman memakai warna abu-abu ini? Gamangkah kita jika terus menerus menjadi abu-abu? Berada di antara hitam dan putih, kadang-kadang terkesan tidak memberikan kejelasan sama sekali.
Ya, mungkin memang benar (mungkin, lagi-lagi karena bisa saja ini tidak benar) bahwa tidak ada hal yang 100% benar dan 100% salah. Tapi apakah kalimat "tidak ada kebenaran 100% dan kesalahan 100% ini benar? Bisa jadi salah. Jadi, intinya, apa itu kebenaran? Apa kebenaran itu adalah sesuatu yang utopis, bahwa sebenarnya dunia yang payah ini tidak menawarkan sedikit pun kebenaran? Jadi, mana yang benar, sebenarnya? Tidak ada? Bingung. Ya, bingung.
Akhir kata: Apakah semua kebingungan saya ini benar atau salah? Kalau ada yang menjawab relatif (suatu komentar abu-abu yang paling mainstream), apakah jawabannya itu benar atau salah?
Saya yakin pertanyaan ini tidak akan bisa dijawab, karena manusia sendiri sedang krisis dalam membedakan benar dan salah. Kita ternyata belum akil-baligh. Oh, tunggu sebentar. Belum tentu yang saya nyatakan ini benar. Mungkin saya hanya memberikan pembenaran atas perkataan saya...
Yah, mungkin inilah sebabnya manusia membutuhkan petunjuk dalam hidupnya. Seperti yang bisa dilihat, semua kebingungan ini sungguh menyesatkan....
Before those swollen minds become a great brain-tumor, share it all with joy
Jumat, 28 Desember 2012
Kamis, 20 Desember 2012
Karena Manusia Itu Begitu Kecil
Manusia memang kecil.
Kalau saya melihat langit di luar sambil melamun, membayangkan atmosfir yang membungkus bumi, planet lain, rasi bintang lain, galaksi lain....BAM! Saya merasa sangaaaaaaaaat kecil. Tapi saya tidak sedih. Kadang-kadang saya tersenyum sendiri.
Karena kita begitu kecil dan ringan, buat apa kita merasa berat?
Kalau saya melihat langit di luar sambil melamun, membayangkan atmosfir yang membungkus bumi, planet lain, rasi bintang lain, galaksi lain....BAM! Saya merasa sangaaaaaaaaat kecil. Tapi saya tidak sedih. Kadang-kadang saya tersenyum sendiri.
Karena kita begitu kecil dan ringan, buat apa kita merasa berat?
Minggu, 16 Desember 2012
Menjelang Tahun Ketiga
Saat bersamamu, aku tidak merasakan jantungku berdegup
kencang; tidak pula lidahku tiba-tiba kelu dalam berkata. Wajahku tak memerah,
darahku pun tak berdesir. Tapi aku merasakan kedamaian dalam diamnya kita
memandangi rintik hujan, saat kita bahkan tak berkata-kata, hanya saling
tersenyum dan menatap saja. Kita bukan lagi cinta yang panas memabukkan seperti
sebotol wiski; melainkan cinta yang hangat seperti secangkir teh yang menemani
setiap pagi, manis seperti coklat hangat di musim dingin. Kita bukan lagi
pasangan muda yang menggebu; kita telah menua dalam teduh.
Sabtu, 15 Desember 2012
Aku Ingin Mengusap Air Matanya Diam-diam
Aku merasa aku mendengar wanita itu menangis. Entahlah,
mungkin hanya dugaanku yang salah; bisa saja udara dingin ini membuatnya sakit
dan isak tadi bukanlah isak tangis, hanya suaranya ketika menarik nfas yang
disumbat flu. Lagipula, dia menangis ataupun tidak, aku merasa tidak punya hak
untuk bertanya padanya. Aku bukanlah orang terdekatnya; sehingga aku tak berhak
menanyainya jika ia tak meminta. Kadang-kadang, membiarkan seseorang menangis
sendirian, sampai ia puas dan menuntaskan air matanya, lebih baik daripada
mengusik kesendiriannya sehingga ia harus memasang topeng yang melindungi
egonya. Setelah ia selesai menangis, mungkin aku akan menyampaikan beberapa
lelucon sampai ia tersenyum kembali.
Kalaupun ia benar menangis, aku ingin mengusap air matanya
diam-diam.
Minggu, 09 Desember 2012
Catatan Menjelang Pengasingan
Mungkin keenggananku berkumpul bersama kalian tidak begitu kalian rasakan. Lagipula, di balik sebutan "satu" yang dulu kita banggakan, aku tahu telah muncul banyak kelompok kecil dalam ke"satu"an kita itu. Jangan bilang aku terlalu sensitif dulu; aku telah menjadi pengamat cukup lama. Aku merasakan dan aku pun menggunakan logikaku sebagai seorang pengamat yang diam di sudut sambil memperhatikan kalian bercengkrama dan tertawa, dan entah kenapa kadang-kadang merasa bukan di sanalah tempatku. Jika ada yang bilang diri mereka terasing, paling tidak mereka masih kelompok terasing; bukan individu. Aku? Entah. Jangan paksa aku untuk memulai percakapan karena itu bukan keahlianku. Euforia tawa kalian kadang membuatku lelah; itulah alasannya kenapa aku paling cepat tertidur ketika kalian masih berusaha menantang malam. Seringkali, aku merasa tidur lebih baik daripada terjebak dalam gegap gempita obrolan yang hampa makna. Tidak bermaksud kasar, lagipula itu hanya pandanganku yang subjektif.
Kini aku akui lelah dan ingin menjauhi kalian dulu. Bukan karena kalian jahat, sungguh kalian adalah orang-orang yang baik. Tapi mungkin memang terlalu berbeda dariku. Terlalu berbeda dalam banyak selera. Selera tak dapat dipaksakan, bukan? Lagipula, aku memang orang yang butuh banyak waktu untuk sendiri, atau setidaknya, menghabsikan waktu hanya dengan beberapa orang terdekat saja. Tenang saja, aku akan tetap bersikap ramah. Maafkan aku jika menolak beberapa ajakan; selain karena kesibukan yang memang kuprioritaskan melebihi ajakan bermain kalian, aku juga ingin beristirahat dari dunia yang dulu sempat kita jalani bersama, dunia yang kuakui, sangat membuatku lelah. Lelah yang dulu tak sempat kurasakan, tapi sekarang, setelah kita tak bertemu sesering dulu, baru kurasakan menggerogotiku. Keengganan untuk bertemu yang datang secara perlahan.
Mungkin masalahnya di kalian, mungkin pula di aku. Tapi entahlah, mungkin karena kita memang terlalu berbeda, baik dari pemikiran sampai selera humor, dan menyesuaikan diri kadang melelahkan.
Untuk sementara, aku akan menjauh. Namun aku tahu ada saatnya ketika aku akan berlari mendekati kalian. Lagipula, aku yakin kalian sudah cukup berbahagia dengan kelompok kecil yang tersisa.
Salam hangatku untuk kalian :)
P.S.: Aku menyayangi kalian. Hanya saja aku agak sulit dalam menunjukkannya secara eksplisit. Seperti yang kalian tahu, aku bukan orang yang hangat, haha
Kini aku akui lelah dan ingin menjauhi kalian dulu. Bukan karena kalian jahat, sungguh kalian adalah orang-orang yang baik. Tapi mungkin memang terlalu berbeda dariku. Terlalu berbeda dalam banyak selera. Selera tak dapat dipaksakan, bukan? Lagipula, aku memang orang yang butuh banyak waktu untuk sendiri, atau setidaknya, menghabsikan waktu hanya dengan beberapa orang terdekat saja. Tenang saja, aku akan tetap bersikap ramah. Maafkan aku jika menolak beberapa ajakan; selain karena kesibukan yang memang kuprioritaskan melebihi ajakan bermain kalian, aku juga ingin beristirahat dari dunia yang dulu sempat kita jalani bersama, dunia yang kuakui, sangat membuatku lelah. Lelah yang dulu tak sempat kurasakan, tapi sekarang, setelah kita tak bertemu sesering dulu, baru kurasakan menggerogotiku. Keengganan untuk bertemu yang datang secara perlahan.
Mungkin masalahnya di kalian, mungkin pula di aku. Tapi entahlah, mungkin karena kita memang terlalu berbeda, baik dari pemikiran sampai selera humor, dan menyesuaikan diri kadang melelahkan.
Untuk sementara, aku akan menjauh. Namun aku tahu ada saatnya ketika aku akan berlari mendekati kalian. Lagipula, aku yakin kalian sudah cukup berbahagia dengan kelompok kecil yang tersisa.
Salam hangatku untuk kalian :)
P.S.: Aku menyayangi kalian. Hanya saja aku agak sulit dalam menunjukkannya secara eksplisit. Seperti yang kalian tahu, aku bukan orang yang hangat, haha
Minggu, 02 Desember 2012
(Not) Just A Little Conversation #2
Siang itu, di sebuah resto di Taman Siswa...
S: "Aku boleh bilang sesuatu ga?"
N: "Hah? Apa?" (sibuk memotong steak yang agak keras)
S: "Aku boleh bilang sesuatu ga?"
N: "Iya...apa?"
S: "Aku sayaaaaaaaang banget sama kamu :)"
:")
S: "Aku boleh bilang sesuatu ga?"
N: "Hah? Apa?" (sibuk memotong steak yang agak keras)
S: "Aku boleh bilang sesuatu ga?"
N: "Iya...apa?"
S: "Aku sayaaaaaaaang banget sama kamu :)"
:")
Langganan:
Postingan (Atom)