Nafas pekat itu berhenti sejenak
Sebelum racunnya menyentuh benak
dan air mata yang bitam kelam itu mengalir, mengandung tuak
Membuat muak
Pikirmu kau bisa berkelit lincah
Lidah-lidah berbisa yang berucap resah
Mengikat membelit segala yang kau inginkan musnah
Hanya karena tak sanggup menahan angan yang buncah
Pikirmu kau seniman ulung
Topeng-topengmu sandiwara bak pemulung
Mengais cinta untuk jiwa yang bingung
dalam ketakutan tanpa ujung
Tapi hatiku sudah bertapa
Ia melihat isyarat tak kasat mata
Sebelum nafas pekat dan air mata kelam itu kau buat senjata
Batinku siaga berjaga-jaga.
Yogyakarta, 2 Februari 2014
di atas kasur yang empuk, seempuk bualan seorang teman yang minta belas kasihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar