Selasa, 05 Juni 2012

Akhir Dari Kegalauan 7 SKS

Setelah kemarin menulis tentang galau skripsi...saya terjerat dalam percakapan-percakapan galau di antara teman-teman yang juga galau skripsi:

"Nad...ambil sekarang aja. Kalau kamu mau mendalami Psikologi dan aplikasinya lebih jauh, di S2 Mapro aja, bareng aku, hehe. Aku juga ngambil semster 7 kok...biar lulusnya bareng temen-temen. Rasanya tuh sedih juga kalo kita telat lulus, asing...teman-teman udah pada ga ada di kampus..."

Itu ujar seorang teman saya.

"Aku ngambil semester 8 aja deh...mau nyantai dulu nih, hehe."

Itu kata teman saya yang lain.

"Kamu kan pinter Nad."

Pintar tidak menjamin saya bakal tekun menyelesaikan skripsi. Lagian pernyataan ini juga bukan saran.

"Aku masih bingung nih....kamu mau ngambil kapan Naaaad?"

Ini malah balik nanya.

Kemudian saya ingat wejangan seorang anak S2 yang saya kenal:

"Kamu mau ambil semester 8? Pikirin lagi deh. Iya kalau kamu dalam 1 tahun bisa nyelesaiin skripsi tanpa hambatan, kalau nggak? Lulusnya bisa tambah lama lagi...lebih dari 4 tahun. Ambil semester 7 aja dek...kita kan ga tahu apa yang bakal terjadi. Jangan ditunda-tunda, lebih cepat lebih baik."

Oke, Mbak. Saya memang belum makan asam garam. Dan akhirnya....

Pagi ini, beberapa menit sebelum menulis post ini, saya menuliskan "Penulisan Skripsi" di lembar KRS saya. Ditambah 1 mata kuliah lain (Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja Berkebutuhan Khusus) untuk nambah-nambah kegiatan, hehe.

Bismillahirrahmanirrahim.

Perjuangan baru saja dimulai. Perjuangan menyelesaikan mata kuliah 7 sks.

Semangaaaaaaat!!! :D

Senin, 28 Mei 2012

Skripsh*t

Ambil-nggak-ambil-nggak-ambil-nggak.....
Ah! Jadi ababil gini!

Padahal tinggal menuliskan kata "skripsi" di lembar KRS. Pekerjaan ringan yang ternyata memerlukan tekad yang kuat dan pertimbangan yang matang. Mau semester 7 atau semester 8, ternyata bukan pilihan yang gampang ditentukan.

Sepertinya saya harus sholat istikharah.

Sabtu, 26 Mei 2012

3 Tahun Yang Lalu dan Sekarang

Jam 5 sore tadi adik saya berteriak-teriak histeris di depan laptop. Ternyata ia diterima di fakultas teknik sebuah perguruan tinggi negeri favorit. Glad to hear that. A lil bit surprised because he has never really studied; padahal selama ini adik saya hedon banget dan terkesan cuek dengan sekolah dan ujiannya -.-"

Jadi ingat 3 tahun yang lalu. Kalau adik saya teriak-teriak di depan laptop, saya terdiam beberapa saat, kemudian tersenyum ketika membaca sms singkat yang bertuliskan: "Selamat. Anda diterima di Fakultas Psikologi Universitas X. Registrasi bisa dilakukan....." dan blablabla. Tapi hanya kata "selamat" dan "psikologi" lah yang benar-benar saya perhatikan waktu itu.

Kalau yang pertama tahu adik saya diterima di fakultas impiannya adalah saya dan ibu saya, dulu yang pertama tahu saya diterima di psikologi adalah nenek saya, kemudian adik, dan beberapa teman SMA saya. Ya, nenek saya yang waktu itu sedang berkunjung dari Pontianak ke rumah saya di Jogja. Beliau lah orang pertama kepada siapa saya mengatakan: "Nek, Rini (nama panggilan saya di tengah keluarga) diterima di Psikologi Universitas X."

Seperti halnya saya dan ibu saya yang ikut gembira melihat adik saya lolos, nenek pun begitu. Tapi kami tidak saling berpelukan dan berjingkrak-jingkrak, tidak. Beliau hanya tersenyum dan mengucap hamdalah lalu berkata bahwa ia bangga bisa melihat cucunya diterima di perguruan tinggi favorit. Beliau bilang: "Nenek dari dulu pengin liat ada cucu nenek yang bisa kuliah di Universitas X. Akhirnya sekarang cita-citanya udah kesampaian."

Tidak seperti suasana hingar bingar beberapa jam yang lalu ketika adik saya merayakan ultahnya sekaligus kelolosannya, situasi ketika saya dinyatakan lolos jauh dari kesan hingar bingar. Orang tua tidak ada di rumah. Nenek dan adik saya tidak lama kemudian pergi tidur. Suasananya biasa-biasa saja. Namun saya ingat bahwa saat itulah saya merasa sangat damai. Seakan-akan tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan untuk sementara ini. Satu langkah menuju cita-cita menjadi seorang psikolog sudah terlewati. Saat itulah saya tidur benar-benar nyenyak setelah berbulan-bulan tidur dengan mimpi yang berkaitan dengan memecahkan soal dan lain2 (ya, saya sampai bermimpi mengerjakan soal aljabar dan trigonometri untuk persiapan ujian =_=). Saat itulah saya merasa benar-benar yakin dengan apa yang saya pilih.

Oke, sekarang rumah sudah sepi. Teman-teman adik saya yang tadi merayakan ultahnya sekaligus merayakan kelolosannya telah kembali ke habitat masing-masing. Euforia pun sebentar lagi berakhir. Ini bukan suatu akhir perjuangan. Inilah awal perjuangan. Saya yakin, adik saya pun akan merasakan apa yang saya rasakan ini 3 tahun kemudian ketika ia menjadi mahasiswa semester tua: Bahwa sebenarnya bisa diterima dan lolos itu sebenarnya bukanlah kebahagiaan maha besar. Bisa lulus dan mengabdikan diri sesuai ilmu yang dipelajari adalah kebahagiaan yang lebih besar lagi.

*ditulis oleh mahasiswa galau KKN, skripsi, dan magang yang jadi teringat masa lalunya ketika diterima di perguruan tinggi tempat ia belajar sekarang*